Politik Kebangsaan Indonesia Raya Menyongsong Indonesia Emas

Amanat Penderitaan Rakyat

December 23, 2022 | Dilihat 54 | Author soksiber
(tribunnewswiki.com)
(tribunnewswiki.com)

Digagas Bung Karno, kemudian digali dan dikembangkan oleh gerakan mahasiswa, itulah Ampera – Amanat Penderitaan Rakyat. Tindakan jitu. Memisahkan air dari minyak yang mengotorinya.

Semacam katalisator – mempercepat hasil pencapaian dari suatu reaksi – istilah kimiawi, di dalam mengamati potrét politik gerakan mahasiswa Angkatan ’66. Ampera menjernihkan kembali tanah air Indonesia dengan mengendapkan apapun partikel-partikel yang mengotorinya.

Tak dapat dipungkiri, bahwa sebenarnya amanat penderitaan rakyat itu adalah endapan kegelisahan dari seorang Proklamator yang ditulis untuk dipidatokannya pada 17 Agustus 1960. Ditengah kegalauan kehidupan politik bangsa yang semakin memuncak ketika itu.

“Revolusi Indonesia tidak gagal, dan tidak akan gagal, selama Rakyat Indonesia setia kepada tujuan Revolusi dan setia kepada Amanat Penderitaan Rakyat,” tegas Bung Karno meredakan gejolak politik yang ada.

Pidato yang disampaikan sekitar setahun lebih setelah Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Dekrit kembali kepada Undang-Undang Dasar 1945. Karena Konstituante, yang anggota-anggota dipilih melalui Pemilu 1955 tidak berhasil menjalankan tugasnya. Mereka gagal merumuskan konstitusi.

Walaupun, sebelumnya, demi menjaga Gezag (Kekuasaan Negara) yang diprolamasikannya dan dalam upaya melangsungkan kehidupan negara yang mereka bersama proklamasikan bersama itu pula, maka Bung Hatta kembali bersama-sama dengan Bung Karno membela Negara Proklamasi tersebut. Dwitunggal Sukarno-Hatta mengemukakan pandangan mereka dalam sidang Dewan Nasional bentukan Kabinet Juanda, sebagai bahan masukan bagi Konstituante.

Tapi jauh hari sebelumnya, pada 17 Agustus tahun 1957 Presiden Sukarno telah pula menyampaikan renungannya. Renungan-renungan kegelisahan, khas seorang pemikir. Semenjak kepresidenannya dipreteli Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), tidak henti-hentinya, setiap tahun pada tanggal-tanggal 17 di bulan-bulan Agustus ia membacakan pidato yang ditulisnya sendiri.

“Dulu, ingat Presiden Sukarno, “sebelum mencapai kemerdekaan, semua adalah ‘rakyati,’ dulu itu kita semua adalah ‘volks’.” Bahwa kekuatan kita harus tetap bersumber kepada kekuatan rakyat. Api kita harus tetap apinya semangat rakyat. Pedoman kita harus tetap kepentingan rakyat. Tujuan kita harus tetap masyarakat adil dan makmur, masyarakat “rakyat untuk rakyat.”

Jadi, “apa yang gagal!?” ujar pidato Bung Karno di atas, menggambarkan optimismenya ditengah kegalauan politik ketika itu. Kata “gagal” yang ditepis Bung Karno itu, tentu iring-beriringan dengan reaksioner dari PKI tahun 1948 dan kedua reaksioner dari DI/TII.

 “Sekali lagi Revolusi Indonesia tidak gagal! Yang gagal adalah orang-orang yang tidak mengenal tujuan Revolusi,” merujuk pada romantisme revolusi 17 Agustus 1945 yang diproklamasikannya.  Yakni “orang-orang yang tidak mengenal Amanat Penderitaan Rakyat,” ujar Bung Karno pula seakan-akan menggarisbawahi bahwa semuanya itu adalah tentang ampera.

Di Bandung, lain lagi ceritanya. Ampera yang bergulir ditangan mahasiswa dan pemuda – oleh karena mereka tentu Sukarnois – menandaskannya dengan hati nurani rakyat. Mereka geram  atas rumor Dewan Jenderal dan Dewan Revolusi yang berlarut-larut, tanpa penyelesaian.

Mereka tidak peduli dengan politik dikarenakan mereka bukan bagian dari kekuatan politik. Romantisme mereka adalah pada penderitaan rakyat. Inflasi menimbulkan kenaikan harga yang menyebabkan penderitaan rakyat.

Di Jakarta, mahasiswa dan pemuda lebih pragmatis. Mereka menggusung Tritura – Tiga  Tuntutan Rakyat. Satu, Bubarkan Partai Komunis Indonesia, kedua bubarkan Kabinet Dwikora dan ketiga, turunkan harga.

Segalanya demi rakyat, tindakan jitu memisahkan Proklamator tercinta dari komunisme, dan bukan karena benci Bung Karno. [Oke]

Posted in

Baca Juga

News Feed

Pesta Rakyat dan Pentas Siliwangi

Siswa-siswi SMPS/SMAS IT Al-Gofar Bandung bersama Sertu Adi Prayitno Babinsa (Bintara Pembina Desa) Kampung Cisanggarung…

Usik SOKSI

“Kita itu punya nyali,” demikian jelas Pak Hardiman pada Majalah Tokoh Indonesia, ketika menguraikan dinamika…

Golongan Fungsional

Golongan funsional itu adalah akibat, bukan sebab. Akibat yang muncul disebabkan Anggota-anggota DPR hasil Pemilu…

Feature

rt1

Berita

Visitor

Online : 3
Today : 9
Yesterday : 9
Total : 5817