Politik Kebangsaan Indonesia Raya Menyongsong Indonesia Emas

Usik SOKSI

April 5, 2023 | Dilihat 67 | Author soksiber

“Kita itu punya nyali,” demikian jelas Pak Hardiman pada Majalah Tokoh Indonesia, ketika menguraikan dinamika perjuangan SOKSI. Berani usik, tidak tinggal diam, atau move on kata mereka yang mengaku generasi milenial.

Begitulah, sebaya dengan generasi milenial kiwari, di Jakarta Suhardiman muda hendak melanjutkan sekolah ke perguruan tinggi olah raga. Usik jiwa membawanya kedalam bentrokan dengan tentara Sekutu, sebagaimana yang dialami kebanyakan kaum muda Indonesia kala itu.

Maka lelakon nasionalisme itulah yang digeluti Suhardiman hingga akhir hayatnya.

Usik dan nyalinya semakin membubung, tak pernah surut. Seorang rekannya sesama taruna Akademi Militer di Yogya agaknya tidak sekuat Suhardiman maupun rekan-rekannya yang lain. Stress atau mengalami gangguan jiwa setelah mengeksekusi, menembak mati seorang lurah, gembong PKI yang sangat ditakuti masyarakat, memiliki aji-aji, dikenal sakti, tahan pukul dan tak mempan ditembak.

Nalurinya yang tajam atau, katakanlah bakat yang, dalam hal ini bakat politik, membuatnya perlu berbuat sesuatu mendahului atasannya, Dadang Suprayogi, Kepala Banas (Badan Nasionalisasi) perusahaan-perusahaan milik Belanda. Sebagai Sekretaris Banas, Suhardiman menggalang karyawan-karyawan milik Belanda itu untuk bersatu, walaupun kemudian gagasan itu mendapat persetujuan dalam rapat kabinet Djuanda.

20 Mei 1960 gagasan itu dibacakan, dan dapat dimengerti serta diterima dalam rapat Kabinet Karya, diperingati menjadi hari kelahiran SOKSI. Nama SOKSI itu sendiri pun tidak terlepas dari bakat dan nyali Suhardiman. SOKSI mengalir mengikuti usiknya.

Persatuan Karyawan Perusahaan Negara (PKPN) adalah buah dari gagasan politiknya itu, kurang lebih setahun setelah ide itu diterima Kabinet Karya. Rapat Pleno pimpinan-pimpinan PKPN ketika itu memutuskan untuk membentuk Badan Koordinasi Pusat (BKP) dimana Suhardiman menjadi Ketua Umum dan Adolf Rahman sebagai Sekretaris Jenderal.

Kehadiran BKPPKPN dengan sendirinya menjelaskan, tidak ada pertentangan kelas. Karyawan memang pekerja akan tetapi bukan buruh, yang mana tidak untuk dipertentangkan dengan majikan. Kesetaraan atau kekeluargaan dan keadilan itulah substansi karyawan. Secara konsepsi bertolak belakang dengan SOBSI (Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia).

Itulah makna “sosialis,” kata yang telontar dari mulut Suhardiman sendiri. Sosialisme Pancasila, Jati Diri perjuangan Karyawan Indonesia, yang bercirikan Manusia Karya yang mandiri dan sejahtera. Sosialisme atas dasar prinsip kemerdekaan, prinsip kekeluargaan dan prinsip keadilan. Dicetuskan di Palembang pada acara Musyawarah Kerja Nasional I tanggal, 21 September 1962.

Inovasi Sosialisme Pancasila Suhardiman itu diantisipasi Bung Karno. Obsesi Revolusi 17 Agustus 1945 yang, romantis kata Bung Karno itu tampaknya ada pada diri Suhardiman. Apalagi PKI pada 2 Desember 1962 telah pula melontarkan gagasan Angkatan ke-5. Suatu skenario yang sama sekali baru, tidak linier dengan kebijakan Pemerintah untuk menyelenggarakan Pemilu 1960 yang tertunda akibat operasi pembebasan Irian Barat.

SOKSI mempercepat rencana pelaksanaan Musyawarah Nasional. Sekitar 10 ribu massa anggota SOKSI menghadiri Gelora Bung Karno memenuhi permintaan Presiden Sukarno. Kehadiran Presiden pada Mubes I SOKSI mematrikan sahnya (legitimate) keberadaan organisasi massa itu.

Tak ada revolusi di dalam revolusi, maka lalakon SOKSI berlanjut. [Abo]

Posted in

Baca Juga

News Feed

Pesta Rakyat dan Pentas Siliwangi

Siswa-siswi SMPS/SMAS IT Al-Gofar Bandung bersama Sertu Adi Prayitno Babinsa (Bintara Pembina Desa) Kampung Cisanggarung…

Usik SOKSI

“Kita itu punya nyali,” demikian jelas Pak Hardiman pada Majalah Tokoh Indonesia, ketika menguraikan dinamika…

Golongan Fungsional

Golongan funsional itu adalah akibat, bukan sebab. Akibat yang muncul disebabkan Anggota-anggota DPR hasil Pemilu…

Feature

rt1

Berita

Visitor

Online : 6
Today : 17
Yesterday : 17
Total : 5790